Beranda | Artikel
Hukum Azan dan Iqamah bagi Wanita
Senin, 7 Desember 2020

Muazin disyaratkan adalah laki-laki. Inilah pendapat jumhur ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafiiyyah, dan Hambali.

Bagaimana hukum wanita mengumandangkan azan?

Para ulama berbeda pendapat mengenai azan dari wanita untuk jamaah wanita atau jika mereka munfarid (shalat sendirian).

Pendapat pertama:

Azan tidak disyariatkan untuk wanita. Wanita hanyalah disyariatkan iqamah. Inilah pendapat ulama Malikiyyah, Syafiiyyah, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Daud Azh-Zhahiri, dan pendapat sebagian salaf.

Pendapat kedua:

Azan dan iqamah dimakruhkan untuk wanita. Inilah pendapat dalam madzhab Hanafiyah, Hambali, salah satu pendapat dalam madzhab Syafii, pendapat Ibnu Baz dan Ibnu ‘Utsaimin. (Lihat Mulakhash Fiqh Al-‘Ibadaat, hlm. 163-164)

 

Pendapat ulama mengenai wanita mengumandangkan azan dan iqamah

Asy-Syairazi rahimahullah berkata, “Wanita dimakruhkan mengumandangkan azan. Namun, sesama jamaah wanita masih dianjurkan mengumandangkan iqamah. Azan untuk wanita dilarang karena azan itu dengan mengeraskan suara, sedangkan iqamah tidak demikian. Namun, wanita tidaklah sah mengumandangkan azan untuk jamaah laki-laki karena dalam masalah menjadi imam saja, wanita tidak sah mengimami laki-laki.” (Al-Majmu’, 3:75).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Wanita dinilai tidak sah mengumandangkan azan untuk jamaah laki-laki. ….  Kalau iqamah disunnahkan sesama jamaah wanita. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk azan.” (Al-Majmu‘, 3:76).

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Dalil sahih yang menunjukkan wajibnya azan bagi wanita tidak ada. Hadits sahih yang menunjukkan haramnya tidak ada pula.” (Jaami’ Ahkam An-Nisaa‘, 1:299).

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah di akhir bahasan tentang azan bagi wanita menyatakan, “Kesimpulannya, dalil yang menyatakan bahwa wanita terlarang mengumandangkan azan dan iqamah tidak ada. Begitu pula dalil yang jelas yang menunjukkan wanita itu boleh mengumandangkannya tidak ada. Jika saja ada wanita mengumandangkan iqamah, kami tidak melarangnya. Jika pun mengumandangkan azan, hendaknya suaranya dilirihkan. Karena untuk mengingatkan imam saja, wanita tidak mengeraskan suara. Cara wanita menegur imam adalah dengan menepuk punggung telapak tangannya. Wallahu Ta’ala a’laa wa a’lam.” (Jaami’ Ahkam An-Nisaa‘, 1:303)

Kesimpulannya, wanita baiknya tidak mengumandangkan azan. Akan tetapi, iqamah bagi wanita masih dibolehkan asalkan tidak dengan suara keras dan hanya untuk sesama jamaah wanita.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga:

Referensi:

  • Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Tahqiq: Muhammad Najib Al-Muthi’i. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  • Jaami’ Ahkam An-Nisa’. Cetakan pertama, Tahun 1419 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Dar Ibnu ‘Affan.
  • Mulakhash Fiqh Al-‘Ibadaat. Cetakan kedua, Tahun 1438 H. Musyrif: Syaikh ‘Alawi bin ‘Abdul Qadir As-Saqqaf. Penerbit Ad-Durar As-Saniyyah.

 

Senin sore di Darush Sholihin, 21 Rabi’uts Tsani 1442 H, 7 Desember 2020

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/25935-hukum-azan-dan-iqamah-bagi-wanita.html